-->

Sunday, April 8, 2018

Kain Ulos Jadi Busana Muslimah
PESANTREN SINIANG -- Sejumlah model memeragakan busana rancangan Ida Royani saat Indonesia Fashion Week 2018 di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (28/3/2018).

Pada hari pertama yang mengusung tema 'Great Toba', Ida Royani menunjukkan kelihaiannya mengolah tenun dan kain tradisional Batak dalam wujud busana muslim.

IFW 2018 mengusung tema 'Cultural Identity' dan fokus mengangkat fesyen dari tiga destinasi wisata terkenal di Indonesia, yaitu Danau Toba di tanah Batak, Borobudur di Jawa Tengah dan Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur.

Gelaran IFW tahun ini berkolaborasi dengan 200 perancang mode (lokal dan internasional), serta 460 peserta pameran merek fashion dan tekstil, hingga panganan nusantara.

IFW akan diadakan selama lima hari berturut-turut dari 28 Maret hingga 1 April 2018.

Selain peragaan busana dan pameran, pengunjung juga bisa menikmati talkshow, seminar, hingga workshop terkait fashion.  (sumber)

Kain Ulos Batak Hiasi Busana Muslim di Ajang IFW 2017

Alunan musik khas tanah Karo membuka fashion show Tenoen Etnik hari pertama Indonesia Fashion Week (IFW) 2017 di Plenarry Hall, Jakarta Convention Centre, Rabu 1 Februari 2017. Sesuai temanya Tenoen Etnik ada 6 desainer yang memamerkan karya busana menggunakan kain etnik khas Indonesia.

Empat diantaranya yaitu Ida Royani, Jenahara, Jenny Tjahyawati dan Torang Sitorus berkolaborasi menampilkan kreasi kain khas Batak, Ulos. Show dibuka dengan koleksi dari desainer muda berbakat Jenahara, yang bertajuk Hinauli. Hinauli diambil dari bahasa Batak yang berarti keindahan.

Sesuai dengan ciri khas brand Jenahara Black Label, 16 koleksi pakaian yang ditampilkan menggunakan warna-warna monotone, dan dominasi warna hitam dan merah maroon bermotif garis pada kain ulos. Motif yang menggambarkan ketegasan dilengkapi dengan potongan baju yang edgy, simple, serta minimalis. Jenahara juga menonjolkan beberapa aksen seperti pleats, eyelet, potongan asimetris serta teknik drapping.

Meski Jenahara mewarisi darah Batak dari ayahnya, Keenan Nasution, ini adalah pertama kalinya Jenahara menggunakan kain ulos sebagai salah satu tekstil dalam koleksinya. Sebelumnya, dia banyak menggunakan kain batik dan tenun ikat.

“Tantangan terbesarnya karena kain tradisional memiliki nilai seni yang tinggi jadi tidak boleh sembarangan, memotong kainnya juga harus hati-hati,” ujarnya. Dia berusaha menuangkan konsep Jenahara Black Label pada kain tradisional tanpa menghilangkan arti kain itu sendiri.

Baca: Busana Khas Muslimah dari Tapanuli Utara

Show dilanjutkan dengan koleksi dari ibu Jenahara, Ida Royani. Hampir 15 tahun mempromosikan kain NTT, dalam IFW 2017 Ida Royani membuat terobosan dengan menggunakan kain ulos pada koleksi busana muslimnya.

Ada 16 koleksi busana muslim yang ditampilkan, dengan menggunakan kain ulos pinuncaan dan sadum. Warna merah tua, putih serta hitam mendominasi koleksi milik Ida Royani.

Nuansa hitam, merah serta broken white masih terasa saat desainer Jenny Tjahywati menampilkan 16 koleksi pakaian muslim dalam tema Rarigami Reconstruction, perpaduan antara kain ulos dan origami. Kain ulos yang digunakan adalah jenis radigub. “Kain ulos ini adalah yang paling tinggi derajatnya dalam tradisi batak Toba,” ujarnya.

Ulos radigub berarti lambang kehidupan. Warna, lukisan serta coraknya memberi kesan bawah ulos ini benar-benar hidup. Kain ulos radigub. terdiri dari tiga bagian, 2 bagian sisi dan satu di bagian tengah. Sedangkan origami digunakan sebagai detail hiasan tiga dimensi pada koleksi ini. Siluet yang ditampilkan berbentuk H-line yang menonjolkan gaya feminin yang elegan.

Masih dengan kreasi kain ulos, desainer Torang Sitorus menampilkan 16 koleksi miliknya yang bertema The Passamot. Warna-warna yang ditampilkan bernuansa lembut dan tegas, seperti beige, burgundy, abu tua dan marun. Koleksinya bermotif artistik, bernuansa urban lifestyle, serta berbahan katun.

“Kesulitan dalam mengolah kain ulos ini adalah kebiasaan penenun kain ulos yang biasa menenun secara kasar, padahal untuk diaplikasikan pada kain lainnnya membutuhkan kain yang bertekstur halus,” ujar Torang Sitorus. Persiapan untuk koleksi The Passamot dilakukan sejak 3 bulan lalu, dimulai dari proses penenunan. Sedangkan proses pembuatan pakaiannya sendiri membutuhkan waktu sekitar satu bulan. (sumber)

Kembali ke Menu Utama || PKBM Pakkat || Pesantren Lae Toras || Alumni || KBAA || Yayasan Mahmun Syarif Marbun || PMPSNews || Pesantren Berbagi || PKBM Kata Bijak

Pemilihan nama Pesantren Siniang sebagai nama tim perawatan Masjid di Sininag dalam kapasitas sebagai putra dan anak-anak almarhum Jureman Marbun (Mahmun Syarif Marbun) bertujuan untuk memberi motivasi kepada pihak yang terlibat dan warga untuk menjadi kiyai minimal dalam keluarga masing-masing.

0 comments:

Post a Comment

Start Work With US

Contact Us
PESANTREN SINIANG
+123-456-789