-->

Saturday, December 8, 2018

Buku Mahakarya Islam Nusantara: Dokumentasi Khazanah Keilmuan Islam
ilustrasi
PESANTREN SINIANG -- Dalam sebuah forum kajian Turats Ulama Nusantara di Islam Nusantara Center (INC) Ciputat, Ahmad Ginanjar Sya’ban pernah mengatakan bahwa Nusantara memiliki khazanah penaskahan yang luar biasa kaya. Naskah-naskah ini lahir dari ulama-ulama asli Nusantara yang menjadi referensi utama dunia keilmuan. Tapi ironis, Indonesia sendiri tidak memilikinya. Naskah tersebut malah banyak tersimpan bukan hanya di Asia Tenggara tetapi juga di berbagai perpustakaan dunia Barat, dan Timur Tengah.

Di Timur Tengah, banyak naskah ulama Nusantara yang mencapai ribuan. Naskah-naskah itu tersimpan dan tersebar di pelbagai perpustakaan di Mekah, Riyadh, Baghdad Mesir, Istanbul Turki dan di Qum Iran. Dan kategori naskah ini adalah kategori naskah penting dalam rentang abad yang sangat lama, antara abad ke 17 M – 20 M, bahkan sampai abad 21 M. Menandai samudera kekayaan intelektual dan keagungan khazanah literatur Islam Nusantara yang demikian luas dan kaya.

Sayangnya, belum ada sarjana yang mengkajinya secara mendalam dan memetakan sejarah literatur Islam Nusantara tersebut secara runut, paling tidak dengan membuat ensiklopedi akannya. Hal ini seakan menandakan adanya sebuah “ruang kosong” (farâgh) dalam wilayah kajian ini, padahal sangat penting.

Buku Mahakarya Islam Nusantara; Kitab, Naskah, Manuskrip & Korespondensi Ulama Nusantara karya Ahmad Ginanjar lahir sebagai ikhtiar untuk mengisi ruang kosong tersebut (sadd al-farâgh). Sekaligus sebagai upaya awal menuju penggagasan “bibliografi karya-karya ulama Nusantara”, semacam ensiklopedi yang memberikan kita data sekaligus bentangan peta akan khazanah karya-karya intelektual ulama Nusantara sepanjang lintasan sejarah.

Dalam Buku ini, Ahmad Ginanjar berhasil menyajikan hasil penelusurannya tentang kitab-kitab langka itu dalam pelbagai bidang. Mulai dari ilmu kalam (teologi), fikih (yurisprudensi Islam), tasawuf, filsafat, tata negara (siyasah al-daulah), etika, sejarah, gramatika, matematika, kedokteran, dan banyak lagi kitab atau naskah unik yang diulas di buku ini. Ia menyebut Khazanah keilmuan itu sebagai “Mahakarya Islam Nusantara” yang tentu sangat tidak ternilai harganya.

Dialektika Intelektual Antara Ulama Nusantara & Timur Tengah

Mendaras turats ulama nusantara sangat penting. Kita dapat menemukan bagaimana terjadinya koneksi ulama Nusantara dengan ulama Timur Tengah sebagai bagian dari proses transmisi ajaran Islam. Bagaimana terjadinya dialektika budaya Islam dengan budaya lokal sebagai konsekuensi logis dari proses Islamisasi Nusantara.

Karya-karya ulama Nusantara dan persoalan Islam di Nusantara yang ditulis Ulama Timur Tengah itu mencapai ratusan jumlahnya. Sebagian ada yang dapat diakses dan dikaji, dan sebagian lagi masih berupa naskah-manuskrip yang “tertimbun” di sebalik “peti-peti” perpustakaan dunia, baik di Nusantara, Eropa, atau pun di Timur Tengah.

Salah satu kitab yang diulas Ginanjar dalam buku ini adalah adalah Imta’ Uli al-Nazahar bi Ba’dh A’yan al-Qarn al-Rabi ‘Asyar , yaitu kitab yang memuat Biografi Ulama Nusantara Abad ke-14 H. Kitab terlengkap pertama dalam bahasa Melayu karangan Syaikh Nuruddin Al-Raniri (1054 H/ 1644 M). Kitab ini terhitung penting karena juga memuat silsilah sanad (mata rantai keilmuan), sekaligus jaringan ulama di Mekkah pada abad ke 14 H.(hlm. 3). Sedangkan kitab yang menghimpun sanad ulama-ulama Nusantara berjudul al-’Iqd al-Farid min Jawahir al-Asanid karangan Syaikh Yasin al-Fadani.(553).

Ginanjar juga berhasil mendokumentasikan kitab-kitab yang berisi jawaban atas perdebatan fikih maupun akidah yang terjadi di Nusantara. Sebut saja kitab ‘al-Jawabat al-Gharawiyyah li al-Masail al-Jawiyyah al-Juhriyyah; berisi fatwa-fatwa ulama Madinah untuk masalah Islam Nusantara Pasca Walisongo. (1070 H/ 1659 M). Kitab Kasyf al-Muntazhir li ma Yarahu al-Muhtadhir; Kitab Syaikh Ibrahim Kurani tentang tradisi kematian muslim Nusantara abad ke-17 M yang tak terlacak di Timur Tengah (Abad ke-17 M). Dan yang paling fenomenal adalah kitab Risalah ‘Abd al-Ghani fi Hukm Syaith al-Wali; berisi pandangan ulama Damaskus atas masalah Syaikh Siti Jenar di Nusantara abad ke-18 M.

Dari uraian kitab-kitab tersebut, inilah yang dimaksud Ginanjar bahwa ada proses transmisi ajaran Islam, dialektika intelektual atau dialog ilmiah antara Ulama-ulama Nusantara dan Timur Tengah. Dialektika ini tidak hanya berwujud karya ilmiah, tapi juga berbentuk korespondensi seperti kitab al-Durar al-Saniyyah (Surat Ulama Nusantara untuk Sultan Turki-Ottoman) (hlm. 623), juga polemik tentang persoalan tertentu seperti kitab al-Madzhab (kitab yang merekam perdebatan kaum tua dan kaum muda di Nusantara awal abad 20). (hlm. 85). Dan tidak kalah menarik ulasan kitab “Nuzhah al-Afham..” tentang polemik hukum rokok karya Syekh Dahlan Tremas.(hlm. 321).

Tidak hanya itu, dalam bukunya, Ginanjar menunjukkan keberhasilannya menemukan dan mengungkap kitab langka seperti Tadzkirah al-Gabi fi Syarh al-Hikam, karya Syaikh Burhanuddin Ulakan Padang. Keberadaan karya ini pada mulanya mahjul (tidak diketahui) dan dianggap hilang Karena tidak terlacak, hingga akhirnya ditemukan dan diungkap kembali oleh al-Fadhil Buya Apria dan Chairullah.(hlm. 80).

Komitmen Kebangsaan

Buku ini mengajak pembaca mengenal lebih jauh kitab klasik (kitab kuning) karya ulama nusantara. Rangkain ulasan kitab maupun manuskrip yang disusun Ginanjar ini adalah upaya membangun pemahaman keislaman sekaligus semangat kebangsaan. Hal ini bisa terwakili dengan mengungkap beberapa karya seperti Kitab Tsamrah al-Muhimmah, sebuah kitab pusaka Tata Negara Melayu-Nusantara. Kitab Nazam Sejarah Besar Nahdlatul Ulama (NU) karya KH. Abdul Halim Leuwimunding dan Kitab Pusaka Presiden Soekarno berjudul al-‘Audah ila Iktisyaf Tsauratina.

Kitab terakhir tersebut didapatkan A. Ginanjar didapatkan dari perpustakaan Biblioteka Alexandria Mesir. Merupakan terjemahan dari buku berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita yang berasal dari pidato Soekarno di HUT RI ke-14. Memuat pandangan revolusioner Soekarno, diantaranya menjelaskan tentang Bhineka Tunggal Ika, Pancasila dan falsafah hidup khas Nusantara, yaitu gotong royong atau al-Ta’awun al-Musytarak. Di kancah perpolitikan dunia Arab masa itu, kitab ini membuat Indonesia punya pengaruh besar.

Karya A Ginanjar Sya’ban ini merupakan mozaik dan bukti otentik karya-warisan ulama Nusantara yang menjadi dokumen penting khazanah keilmuan Islam. Sebuah langkah awal dalam “proyek peradaban” untuk mengungkap ratusan bahkan ribuan naskah tentang Islam Nusantara yang siap kembali “menginfasi” Timur Tengah dan dunia Islam pada umumnya. (sumber)

Kembali ke Menu Utama || PKBM Pakkat || Pesantren Lae Toras || Alumni || KBAA || Yayasan Mahmun Syarif Marbun || PMPSNews || Pesantren Berbagi || PKBM Kata Bijak

Pemilihan nama Pesantren Siniang sebagai nama tim perawatan Masjid di Sininag dalam kapasitas sebagai putra dan anak-anak almarhum Jureman Marbun (Mahmun Syarif Marbun) bertujuan untuk memberi motivasi kepada pihak yang terlibat dan warga untuk menjadi kiyai minimal dalam keluarga masing-masing.

0 comments:

Post a Comment

Start Work With US

Contact Us
PESANTREN SINIANG
+123-456-789